Pendidikan Ideal (1)

Mengolah basic mind pendidikan yang ideal (1)


Oleh:

HANIF SYAUQI




Berawal dari ide sederhana yang melihat dan mengamati bahwa arah perkembangan pendidikan pada era modern ini tidak lagi mempertimbangkan faktor manusiawi atau sisi humanisme dalam pendidikan, yakni pendidikan sebagai kebutuhan dasar semua manusia untuk melakukan proses transformasi (perubahan) bagi diri dan kehidupan ini atau kita sebut dengan memanusiakan manusia “bila manusia itu tiada berilmu maka sama halnya dengan binatang yang hanya akan mengandalkan instingnya saja”. Pada tataran riilnya pendidikan modern lebih berporos pada roda ekonomi, sehingga yang terjadi adalah hubungan ekonomi dan pendidikan yang lebih banyak menguntungkan sisi ekonomi daripada pendidikan yang jauh dari ideal, monoton atau tidak progressif dan usang atau tidak inovatif. Sebaliknya pola pendidikan saat ini lebih mengandalkan ekonomi pasar untuk membuat kemajuan dalam dunia pendidikan, karena lebih memprioritaskan bagi mereka yang berduit yang akan mendapatkan jatah layak untuk menikmati pendidikan ideal, progressif dan inovatif. Oleh karena itu perhatian terhadap peserta didik, pendidik, ilmu (bahan atau materi pendidikan), sarana dan fasilitas pendidikan merupakan pertimbangan nomer dua setelah pertimbangan ekonomi.

Mengapa demikian? Karena ekonomi dalam pendidikan telah memandang posisi peserta didik sebagai objek yang dapat menghasilkan pertambahan nilai ekonomi. Sehingga faktor ekonomilah yang dianggap sebagai penentu bagi keberlangsungan peserta didik untuk dapat menikmati proses belajar yang ditawarkan oleh instansi pendidikan. Tentunya hal ini dilandasi dengan pandangan yang meyatakan bahwa pendidikan itu tak terpisahkan dengan modal dan uang bukan ilmu dan pencerahan. Kalaupun ada pencerahan yang diberikan, itu pun sekedar memberikan kompensasi dari besarmya rupiah yang telah dibayar oleh peserta didik, dan sifatnya jual beli pendidikan yang menghasilkan produk pendidikan instant dan berorientasi pada kerja bukan pada transformasi diri.

Maksud dari pencerahan ini ialah bagaimana menumbuhkan minat atau antusias yang tinggi pada peserta didik dalam bidang keilmuan, yang ditandai dengan melakukan proses aktual (actual process) berupa pengamalan atau aplikasi serta eksperimen dari ilmu yang sudah mereka terima. Sehingga ilmu tersebut dapat meresap dan berkembang menjadi pengalaman yang aktual bagi hidupnya kelak. Sebab “belajar di usia dini bagai mengukir di atas batu dan belajar di usia lanjut bagai mengukir di atas air”. Maka dari sini akan muncul karakter peserta didik yang progressif (berkembang).

Peserta didik yang progressif tentunya tidak lepas dari pendidik yang mempunyai visi ideal. Pendidik bervisi ideal yaitu memandang proses transfer ilmu yang ia berikan adalah merupakan bahan transformasi bagi kehidupan anak didiknya kelak, dan dapat memberikan pencerahan dalam memandang sebuah kehidupan ini. Pendidik bervisi ideal menganggap eksistensinya berkecimpung dalam dunia pendidikan bukan karena profesi tapi karena pengabdian dan pengamalan ilmu yang pernah ia dapat sebelumnya. Dalam istilah lebih lanjut saya sebut sebagai pendidik yang visioner. Seorang pendidik yang visioner tidak lagi mempersoalkan masalah perut (saya akan makan apa besok?), karena proses transfer ilmu yang ia berikan kepada peserta didik bukanlah sebagai profesi, melainkan menjadi seorang pendidik atau pengajar itu merupakan kewajiban dan panggilan jiwa untuk senantiasa memberikan tranformasi pada kehidupan sekitarnya, tidak lagi sekedar menjalankan profesi atau pekerjaan. Semua orang mempunyai potensi dalam kapasitasnya sebagai seorang pendidik yang visioner (orang tua kepada anak-anaknya, kakak kepada adiknya, guru kepada muridnya, dosen kepada mahasiswanya, seorang teman kepada teman-temannya yang lain, atau siapapun juga sebenarnya mempunyai potensi sebagai pendidik yang visioner bagi dirinya dan orang lain). Pendidik yang visioner selalu siap dan rela menshare atau berbagi pengetahuan dan pengalaman (ilmu) yang ia peroleh semata-mata untuk tranformasi diri dan lingkungannya.

Pengetahuan dan pengalaman dalam istilah ini saya sebut sebagai ilmu, sebab arti pembandingnya yakni “bodoh” adalah tidak tahu, dan “kebodohan” adalah ketiadaan pengetahuan dan pengalaman. Janganlah lantas marah maupun tinggi hati bila pada kapasitas tertentu kita dinyatakan “bodoh”, toh nyatanya kita tidak tahu ataupun tidak punya pengalaman pada hal tertentu. Jangan pula sedih bila kata “bodoh” itu mencap pada diri kita, karena kata “bodoh” yang di alamatkan pada diri kita merupakan sentuhan yang menyadarkan kita akan segala kekurangan dan keterbatasan ilmu yang kita miliki. Ilmu merupakan alat pengetahuan yang terus menerus berkembang lewat pengalaman seseorang ketika melakukan sebuah proses pemahaman, pengamatan, percobaan, dan pengujian atau analisis terhadap sesesuatu. Selanjutnya hasilnya berupa ilmu (pengetahuan dan pengalaman) tadi akan dtransfer dari pendidik atau pengajar kepada peserta didik yang dibantu dengan sarana dan fasilitas pendidikan.

Sarana dan fasilitas pendidikan di sini digunakan untuk memberikan visualisasi dari proses transfer ilmu tadi. Pada dasarnya sarana pendidikan ini bersifat fleksibel atau mudah dan sederhana untuk bisa kita hadirkan. karena semua yang ada di alam ini sudah merupakan sarana bagi pendidikan kita (di rumah, di kampus, di sekolah, di jalan raya, di pasar, di toko, di kampung, di kota, di hutan dan sebagainya), serta fasilitas pendidikan (terdiri dari berbagai jenis dan model peralatan atau peraga yang dibutuhkan untuk memberikan visualisasi selama mentransfer ilmu). Apapun bentuknya itu merupakan sarana dan prasarana yang dapat kita manfaatkan sebagai penunjang proses pendidikan yang ideal. Bisa kita bayangkan bagaimana serba terbatasnya sarana dan fasilitas pendidikan pada zaman dahulu, namun mampu memberikan pendidikan yang ideal dan mencerahkan. Semangat inilah yang saya maksudkan dengan Inovatif (baru). Apabila dibandingkan dengan pendidikan zaman ini yang serba modern dan otomatis, namun mengkerdilkan cara berpikir kita yang jauh dari ideal dalam memandang hidup dan kehidupan ini.








Tidak ada komentar:

Arsip Blog